Primary tabs

ARTIKEL KESEHATAN : GANGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL

Gangguan tidur adalah suatu  kondisi yang sama sekali tidak boleh dianggap sepele. Pasalnya, hal ini bisa menyebabkan terganggunya berbagai fungsi pada tubuh. Kurang tidur bisa menyebabkan seseorang mengalami penurunan konsentrasi, kurang fokus, stres, hingga tekanan darah meningkat. Kabar buruknya, kondisi ini ternyata cukup sering dialami, terutama pada orang yang sudah lanjut usia alias lansia. Ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan tidur pada lansia. Salah satunya ternyata berkaitan dengan penurunan fungsi otak. Pada orang yang sudah lanjut usia, terjadi perubahan pada kinerja organ tersebut. Otak bertugas untuk mengirim sinyal rasa lelah dan mengantuk pada tubuh.

Gangguan tidur yang paling sering dijumpai saat ini yaitu Insomnia. Insomnia merupakan kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas (Saputra, 2013). Biasanya seseorang yang mengalami insomnia akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga terbangun lebih dini dan sulit untuk tidur kembali (Atoilah & Kusnadi, 2013). Penyebabnya dikarenakan gangguan fisik maupun karena faktor mental seperti perasaan gundah maupun gelisah (Ambarwati, 2014). Pada kelompok lansia kejadian insomnia tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok 20 tahun (Vaughans, 2013).

 Banyak Lansia yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari) dengan terbangun lebih awal dari pukul 05.00 pagi dan sering terbangun di waktu malam hari. Banyaknya persoalan lanjut usia seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia mengakibatkan munculnya beberapa fenomena seperti perubahan structural dan fisiologis salah satunya kesulitan untuk tidur atau insomnia (Sitralita, 2010). Di dunia, angka prevalensi insomnia pada lansia diperkirakan sebesar 13- 47% dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 tahun. Sebuah penelitian Aging Multicenter melaporkan bahwa sebesar 42% dari 9.000 lansia yang berusia diatas 65 tahun mengalami gejala insomnia (Suasari,et. al. 2014).

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Tidur adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan kembali dengan indra atau ransangan yang cukup (Atoilah & Kusnadi, 2013 dikutip dalam Guyton, 1981). Sedangkan menurut Vaughans (2013) tidur yaitu keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun yang dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas. Tidur dapat dikatakan sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai yang ditandai dengan aktivitas fisik yang minim, tingkat kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respons terhadap stimulus eksternal .

Aktivitas tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla spinalis (Batang Otak) tepatnya di RAS (Retikular activating system) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region) yang terlibat dalam mempertahankan status bangun dan mempermudah beberapa tahap untuk tidur (Atoilah & Kusnadi, 2013). Terjadinya Bangun dan tidur merupakan peran dari RAS dan BSR, dimana RAS akan melepaskan katekolamin untuk mempertahakan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Namun ketika RAS di otak mengalami kelelahan sehingga mengaktifkan BSR untuk merangsang pengeluaran serotonin yang menimbulkan rasa kantuk dan tidur (Saputra, 2013). Proses tidur terbagi menjadi dua fase REM (Rapid Eyes Movement/ Gerakan Mata Cepat) Dan NREM (Non Rapid Eyes Movement/gerakan mata tidak cepat).

Tidur NREM dikatakan tidur Gelombang lambat (Slow Wave Sleep), terjadi karena aktivtas gelombang otak bergerak sangat lambat yang ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologi maupun metabolisme. kerja otot. dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah dan frekuensi nafas (Saputra, 2013). Tidur NREM terjadi sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur, sisanya sekitar 20% sampai 25 % dari tidur adalah fase tidur REM (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011). Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM yang biasanya berlangsung ratarata setiap 90 menit (5-20 menit) disertai dengan mimpi (Saputra, 2013). Tidur malam di mulai dengan empat tahap tidur NREM, berlanjut dengan fase tidur REM, kemudian dilanjutkan dengan pergantian siklus antara NREM dan REM selama sisa tidur hingga pagi sekitar 4-6 siklus (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011).

 Lamanya tidur pada fase 3-4 berkontribusi dalam menentukan istirahat dan kesegaran individu pada esoknya (Touhy, 2010). Dari Tahap 1 sampai 4 kualitas tidur akan bertambah dalam sehingga pada tahap 3 dan tahap 4 seseorang akan sulit terbangun (Potter & Perry, 2006). Kebutuhan tidur dan pola tidur pada manusia berubah bersama bertambahnya usia (Smelzer & Bare, 2001). Pada Lansia kebutuhan tidur normal pada usia diatas 60 tahun keatas yaitu selama 6 jam, dimana sebanyak 20-25%dari siklus tidur REM dan tahap IV NREM menurun, sehingga individu dapat mengalami insomnia yaitu sering terjaga sewaktu tidur (Saputra, 2013). Proses penuaan mengakibatkan lansia mengalami perubahan-perubahan pada pola tidur dan istirahat serta mengakibatkan lebih mudah mengalami gangguan tidur .

 Perubahan-perubahan yang dialami lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, gangguan pada endokrin, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup/kebiasaan, stress psikologi, diet dan nutrisi (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sedangkan menurut Saputra (2013) yang mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu Penyakit, Kelelahan, Lingkungan, Stres Psikologis, Gaya Hidup, Motivasi, Stimulan, Alkohol, obat-obatan, diet dan nutrisi. Pada lansia faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi fisiologis dan psikologi terdiri dari penyakit, nyeri, gangguan suhu tubuh, gangguan pernafasan saat tidur, pergerakan kaki secara teratur saat tidur, gejala monopouse, demensia, depresi, Parkinson, stress, dan kecemasan .

Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan yang asing, peningkatan stimulus sensori, disorientasi waktu, perubahan kebiasaan, tidur siang yang berlebihan, merokok, penyalahgunaan alkohol, olah raga yang kurang, konsumsi hipnotik dan sedatif . Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu kesulitaan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, kesulitan berkonsentrasi, dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi pada saat mengerjakan pekerjaan rumah maupun berkendara, serta aktivitas sehari-hari dapat terganggu .

Jika lansia kurang tidur yaitu perasaan bingung, curiga, hilangnya produktivitas kerja, serta menurunya imunitas. Kurang tidur menyebabkan masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga. Insomnia juga dapat meyebabkan kematian pada  lansia dengan penyakit yang mendasari, seperti depresi, hipertensi, penyakit jantung atau paru, stroke, diabetes mellitus, atau arthritis memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan durasi tidur yang kurang dibandingkan dengan lansia yang sehat.

Selain karena penurunan fungsi otak, susah tidur pada lansia bisa saja terjadi sebagai gejala dari penyakit tertentu. Seperti diketahui, seiring bertambahnya usia, risiko seseorang mengidap penyakit tertentu pun akan menjadi lebih tinggi. Apalagi jika semasa muda orang tersebut tidak memiliki cukup “tabungan” untuk menjaga kesehatan, misalnya tidak menerapkan pola hidup sehat dan jarang berolahraga. 

Selain faktor-faktor diatas, insomnia pada lansia juga sering disebabkan karena kondisi psikologis, seperti stres, depresi, atau kecemasan,akibat kesendirian, pasangan meninggal, merasa tidak berguna, ataupun merasa diabaikan oleh keluarga. Faktor lingkungan atau kebiasaan di siang hari juga dapat menyebabkan tidak dapat tidur pada malam hari. Seperti, kurangnya aktivitas pada siang hari, tidur siang, ataupun kondisi kamar tidur yang tidak nyaman, misalnya suhu kamar terlalu dingin atau panas, tempat tidur yang tidak nyaman, maupun lingkungan sekitar kamar berisik.  

Gangguan tidur pada lansia sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja. Salah satu kunci yang bisa dilakukan untuk memperbaiki pola tidur adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat, misalnya dengan membiasakan konsumsi makanan sehat, berhenti merokok, dan jangan mengonsumsi minuman beralkohol. Menciptakan suasana yang nyaman juga bisa membantu lansia tidur lebih nyenyak. Selain itu, mengatur jam tidur dengan rutin juga bisa membantu mengatasi masalah tidur pada lanjut usia. Hal ini bisa dilakukan dengan menetapkan jam tidur secara konsisten, dan usahakan untuk selalu tidur pada jam tersebut. Dengan begitu, tubuh akan ikut menyesuaikan dan terlatih untuk bisa tidur di jam yang tepat. 

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. http://scholar.unand.ac.id//26368/2/Bab%201%20Bab 1 Pendahuluan.pdf (unand.ac.id)
  2. https://www.halodoc.com/artike/Penyebab Susah Tidur pada Orang Lanjut Usia (halodoc.com)
Penulis: 
Rusmawaty Sitorus,S.Kep.,Ners | Perawat Panti Sosial Bina Serumpun Dinas SosialPMD BABEL
Sumber: 
Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung

Artikel

13/10/2023 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
26/07/2023 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
14/12/2022 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
29/12/2021 | Mustikawati, S.Kep
04/12/2020 | Ns. MUSTIKAWATI, SKep
30/04/2021 | Raden Imam Bramono, S.Kep., Ners
31/12/2021 | Raden Imam Bramono, S.Kep., Ners