Primary tabs

Bantuan Sosial Untuk Pemberdayaan

Beberapa hari ini wajah media banyak dihiasi berita heboh terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang merilis adanya bantuan sosial yang tidak tepat sasaran sebesar 6,9 trilyun yang terjadi di Kementerian Sosial RI. Memang bagi siapa saja yang mendengar dan membacanya informasi seperti ini spontanitas akan berkomentar ‘gila ya, bansos juga dikorupsi’ bahkan lebih dari sekedar celoteh menanggapi pemberitaan ini, memilukan. Republik ini nampaknya tidak jera-jeranya menyakiti rakyatnya notabene orang-orang miskin. Entah setan apa yang bersemayam dalam jiwa pejabat-pejabat di negeri ini. Kerakusan dan keserakahan terhadap dunia, harta, kekuasaan bahkan wanita telah menutupi mata hati mereka untuk ingat dan takut atas sumpah jabatan dan amanah yang dititipkan rakyatnya. Bisa jadi proses rekruitmen dan seleksinya sudah diawali dengan cara yang kotor dan kecurangan, tapi sudahlah itu urusan mereka.

Bantuan sosial dalam konteks pelayanan sosial sebagaimana yang diatur dalam berbagai peraturan secara operasional diartikan sebagai pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah atau pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang sifatnya tidak terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari  kemungkinan terjadinya resiko sosial. Dalam pengertian lainnya, disebutkan bahwa bantuan sosial adalah bantuan berupa uang, barang atau jasa kepada seseorang, keluarga, kelompok atau masayarakat miskin, tidak mampu, dan atau rentan terhadap resiko sosial.

Bantuan sosial bagi sebagian masyarakat dirasakan sangat membantu mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan daya beli masyarakat yang menerimanya, sehingga memungkinkan mereka terlepas dari jeratan kerentanan dan kegoncangan ekonomi dan sosialnya akibat ketidakmampuan menghadapi situasi yang dialaminya. Oleh karenanya, sejalan dengan tujuan pemberian bantuan sosial mestinya penerima manfaat menyadari bahwa bantuan sosial seperti ini tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan persoalannya karena bantuan sosial itu bersifat stimulan dan sementara guna menunda atau mengatasi terjadinya risiko sosial. Ironisnya, banyak masyarakat (Penerima Manfaat/PM) merasakan kelelapan dengan pemberian bantuan sosial yang seolah-olah negara harus terus hadir dan turut andil dalam kemiskinannya. Mindset terhadap bantuan sosial bagi kebanyakan PM dianggap hak sosialnya yang wajib disediakan negara secara terus menerus selama masih dinyatakan kurang mampu. Kenyataan cara berpikir dan bersikap seperti ini tidak serta bisa disalahkan kepada PM karena pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap program-program yang digulirkan hanya cukup dibatas itu. Sehingga kerumitan dan problematis terkait bantuan sosial terus berkembang seiring dengan gencarnya program-program senafas dengan konsep bantuan sosial yang memang opsi program yang disukai pemerintah. Tentunya semua sepakat, negara wajib memberikan pelayanan sosial dasar bagi warga negaranya khususnya Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), karena konstitusi mengamanahkan untuk itu. Namun demikian, falsafah dan esensi bantuan sosial harus secara komprehensif dipahamkan kepada masyarakat. Mengibaratkan bantuan sosial sepertinya gadis cantik bertubuh seksi dan menggoda yang membuat banyak orang ingin melirik dan meminangnya. Bantuan sosial bukanlah barang dagangan pasar yang harus ditawarkan, digadang-gadang dan dipamer melainkan suatu keharusan yang mesti ditunaikan oleh negara ketika dinilai dan dinyatakan berpotensi mengganggu, mengalami atau dihadapkan dengan risiko sosial yang terjadi dan/atau akan terjadi kepada masyarakatnya terutama masyarakat kurang mampu. Begitu pula sebaliknya masyarakat harus memiliki sense of belonging dan bertanggung jawab atas bantuan sosial tersebut baik atas dirinya, keluarga, lingkungan sosial, dan masyarakat lainnya termasuk pemerintah. Masyarakat kudu disadarkan dan digali potensi dirinya serta terus diedukasi, dimotivasi dan diberdayakan bukan lagi dimanjakan dan ditidurkan dengan berbagai instrumen atau skema bantuan sosial yang selama ini menjadi tren dan gaya melayani masyarakat. Perhatian pemerintah dari aspek pelayanan sosial dalam bentuk bantuan sosial rasanya melebihi kapasitas dirinya hingga tak kuasa harus berhutang demi rakyatnya. Namun dibalik tirai kebijakannya tidaklah sedikit yang mencibirnya sekaligus bisa dianggap sebuah bentuk perhatian juga dari masyarakatnya. Semua itu bermuara untuk melayani dan mengayomi.

Dilema bantuan sosial seolah-olah merobek kebuntuan berpikir dan bersikap, pemerintah pada satu sisi memiliki kewajiban menyelamatkan dan memberikan pelayanan terbaiknya guna menjamin kenyamanan, ketahanan sosial dan kestabilan hidup rakyatnya. Namun, di sisi lain bantuan sosial seakan-akan menjadi momok yang menakutkan dan sekaligus menguji adrenalin pemerintah karena sangat riskan dan penuh muatan persuasi dan politis tingkat ‘dewa’. Ibarat kata ‘dimakan mati ibu, tidak dimakan mati ayah’. Pemerintah dituntut bekerja sempurna tanpa cacat, tidak ada kompromi ketika teledor siap dibantai. Diluar sana extra parlementer siap menghadang, mengintai dan menghujam disaat lengah. Suasana nampaknya panas dingin bagi pengelola dan penanggung jawab program bantuan sosial. Sungguh, dilema berkelanjutan bagi mereka yang bergelut dengan program-program bantuan sosial ini. Tapi, apapun yang terjadi ini adalah bagian dari perjuangan dan risiko sebuah jabatan yang diemban. Dilema pemberian bantuan sosial akan terus menjadi wacana dan harapan bagi sebagian masyarakat tidak hanya kaum dhuafa tapi juga kelompok masyarakat lainnya.

Apapun program pemerintah dalam bentuk bantuan sosial sebuah keniscayaan tentunya disikapi dari berbagai dimensi baik tekstual maupun kontekstual. Keberhasilan atau kegagalan program bantuan sosial harus ditinjau dari banyak faktor yang mempengaruhinya, karena indikatornya multi aspek. Sehingga tidaklah cukup dengan satu indiktor mewakili sebuah kegagalan, padahal konteks penanganan masalah sosial yang dihadapi bersifat darurat sosial maka aspek kecepatan, kecukupan, kelayakan dan keadilan menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan. Ketepatan sasaran itu sangat penting bagi program bantuan sosial, tapi perlu diingat bahwa rentang kendali dan tanggung jawab data sasaran berlangsung melibatkan banyak area dan tidaklah segampang diatas kertas ketika dihadapkan di lapangan. Dinamika pemberian bantuan sosial yang kondisinya tidak normal (pandemi) memungkinkan terjadinya keteledoran berlapis, akibatnya ketepatan sasaran bisa jadi bergeser mengikuti kondisi faktual guna mengantisipasi keresahan sosial.   

Melihat kekisruhan bantuan sosial ini, tentunya kita sebagai pelayan masyarakat tentunya jangan menutup mata dan telinga atas kejadian-kejadian serupa yang seringkali menimpa aparatur, justru sudah seyogyanya dijadikan momentum mawas diri dan berbenah diri untuk siap dan terus melayani masyarakat walaupun cibiran, celoteh serta cemoohan pasti akan sulit dihindari dan dihadapi. Pegang teguh sumpah sebagai aparatur dan syariat agama jadikan prasyarat  dan tali kendali segala aktifitas birokrasi yang akan kita berikan kepada masyarakat. Yakinlah, bantuan sosial memang hak rakyat karena kita pelayan masyarakat namun kehormatan diri adalah lebih mulia dan kewajiban kita menjaganya. Banyak pelajaran dari rangkaian tragedi tak berdarah ini yang hampir setiap tahun berulang-ulang baik skala lokal hingga nasional. Setiap insan aparatur hendaknya tidak terjebak dan terlena dengan kejadian ini, sudahi berperilaku ganda dalam melayani. Ketundukan kita cukup kepada regulasi birokrasi dan ketaatan kita kepada perintah agama, itu sudah memberikan garansi atas tindakan yang kita lakukan. Semoga kejadian ini tidak membuat kita rapuh dan goyah komitmen pengabdian sebagai aparatur tapi menjadi penguat rasa dan penebal iman kita untuk selalu takut kepada Sang Maha Pencipta dan yang memberi amanah yaitu rakyat. Selamat bertugas kawan-kawanku, rentangkan kemeja putihmu untuk negeri ini taburkan benih kehidupan baru biar tumbuh disela-sela pori kemejamu itu. Mari kita padukan semangat untuk kemajuan, mari kita padamkan kobaran kebencian demi bumi pertiwi, Bangka Belitung, Indonesia Raya.   

 

Penulis: 
Nusation Anwar ( Penyuluh Sosial DINSOSPMD BABEL)
Sumber: 
Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung

Artikel

13/10/2023 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
26/07/2023 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
14/12/2022 | Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kep.Bangka Belitung
29/12/2021 | Mustikawati, S.Kep
04/12/2020 | Ns. MUSTIKAWATI, SKep
30/04/2021 | Raden Imam Bramono, S.Kep., Ners
31/12/2021 | Raden Imam Bramono, S.Kep., Ners