Penyandang Disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Keterbatasan penyandang disabilitas tersebut tersebut seringkali mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan sekitar. Tak jarang, lingkungan terdekat penyandang disabilitas, yaitu keluarga sendiri merasa terganggu dengan kondisi disabilitas mereka sehingga melakukan tindakan-tindakan diskriminatif hingga penelantaran. Hal ini berdampak pada terganggunya keberfungsian sosial seorang penyandang disabilitas.
Perlakuan ini pun paling sering dijumpai pada Penyandang Disabilitas Mental (PDM). Penyandang Disabilitas Mental (PDM) sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: a. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
Kondisi terganggunya fungsi pikir, emosi dan perilaku ini membuat keluarga terkadang kewalahan menghadapi PDM. Terlebih lagi kurangnya edukasi tentang bagaimana menghadapi, merawat dan memperlakukan anggota keluarga dengan penyandang disabilitas mental membuat kondisi mereka bahkan semakin parah. Ditambah stigma negatif dari lingkungan yang harus dihadapi PDM dan keluarga.
Setiap penyandang disabilitas membutuhkan perhatian dan dukungan terutama dari keluarga sebagai lingkar pertama dalam hubungan sosialnya dengan manusia lain. Upaya Pemulihan PDM yang tidak kalah pentingnya dari pengobatan di Rumah Sakit Jiwa adalah peran keluarga PDM. Keluarga menjadi faktor utama untuk proses rehabilitasi sosial PDM. Penerimaan Keluarga terhadap PDM adalah langkah pertama menuju keberfungsian sosial. Karena setelah menjalani perawatan/rehabilitasi medis di Rumah Sakit Jiwa, PDM akan segera kembali ke rumah. Namun, terkadang keluarga tidak siap untuk menerima PDM kembali, bahkan tidak jarang mengganggap Rumah Sakit Jiwa menjadi tempat “pembuangan” bagi anggota keluarga dengan gangguan jiwa.
Ketika anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa mendapat perawatan di Rumah Sakit Jiwa, maka keluarga di rumah merasa “gangguan” hilang. Sangat banyak dijumpai keluarga yang tidak memahami kondisi disabilitas dan gangguan jiwa yang dialami oleh PDM. Sehingga, tidak jarang setelah menjalani rehabilitasi medis dan PDM kembali ke rumah, PDM akan mengalami kekambuhan setelah sekian lama lepas masa perawatan medis. Pada fase ini, diperlukan peran pemerintah dan stakeholder terkait di bidang ini. Diperlukan edukasi kepada keluarga agar dapat menerima, merawat dan menjalani kehidupan lebih baik dengan PDM.
Beberapa kasus yang pernah dijumpai antara lain, ada seorang suami yang tidak ingin istrinya ketergantungan pada obat, sehingga melarang istrinya untuk mengonsumsi obat-obatannya. Padahal, seorang penyandang disabilitas mental memang membutuhkan konsumsi obat secara teratur dan terus menerus sesuai anjuran dari dokternya. Ada pula seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan ibunya dengan usia yang sudah lanjut usia, berpendidikan rendah, sehingga tidak memahami apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi anaknya yang mengalami gangguan jiwa, sehingga konsumsi obat-obatan terkadang tidak efektif karena konsumsi makanan atau minuman yang dapat mengurangi efek obat. Pada akhirnya, keluarga dan masyarakat merasa, walaupun sudah mengonsumsi obat-obatan, PDM tersebut tetap pada perilaku yang dianggap mengganggu. Ada pula seorang PDM yang sudah dirawat menahun di Rumah Sakit Jiwa sebuah provinsi, tidak diperkenankan pulang oleh lingkungannya karena pada fase gangguan jiwanya, ia pernah melukai dan menghilangkan nyawa orang lain. Banyak sekali hal serupa dijumpai yaitu PDM ditolak untuk dikembalikan ke lingkungan.
Padahal pernah juga ada seorang PDM yang diterima baik oleh lingkungan, karena setelah selesai menjalani rehabilitasi medis/ perawatan di rumah sakit, sekembalinya ke lingkungan dan menjalani rehabilitasi sosial, ia mendapat pengawasan dari pengurus lingkungan dan masyarakat sekitar sehingga saat ini ia mampu bersosialisasi dengan baik, menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik dan mempunyai penghasilan dari pekerjaan walaupun masih serabutan. Tentu saja, peran serta masyarakat tidak lepas dari keberhasilan kembalinya fungsi sosial PDM tersebut, dengan mengajak PDM beraktivitas di lingkungan, tidak melakukan sikap diskriminatif, dan paling utama adalah mengawasi penggunaan obat-obatannya. PDM perlu ditekankan dan diberi kesadaran bahwa konsumsi obat-obatannya adalah hal penting bagi kondisi kesehatan mentalnya.
Keluarga pun perlu diberi edukasi terkait kondisi PDM, di antaranya, gejala kekambuhan PDM, hal-hal yang dapat menyebabkan kekambuhan PDM, dan yang harus keluarga lakukan ketika menjumpai gejala kekambuhan pada PDM.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kekambuhan pada PDM/ODGJ:
- PDM tidak patuh dalam mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter
- Tidak rutin konsultasi
- Keluarga tidak memberikan perhatian kepada PDM, misalnya mengajaknya bercerita, ikut menemani ketika kontrol ke dokter, mengingatkan minum obat
- Stigma negatif dari masyarakat, seperti menghidar bertemu, tidak mau mengajak berbicara, mengatakan hal buruk tentang kesehatan jiwanya.
Gejala kekambuhan pada PDM:
- Menolak mengonsumsi obat-obatan yang sudah diresepkan dari dokter
- Mulai enggan mandi, makan dan buang air sembarangan
- Sulit tidur
- Mengurung diri, menyendiri
- Merasa curiga ada yang mengikuti atau merasa terancam sesuatu yang tidak jelas
- Berbicara/ tertawa sendiri atau tanpa stimulus
- Mencelakai diri sendiri dan orang lain
Yang harus dilakukan oleh keluarga ketika PDM menunjukan gejala kambuh agresif/ cenderung melukai diri sendiri dan/atau orang lain:
- Mengamankan diri dan keluarga terlebih dahulu dengan membuat jarak atau mengungsikan diri ke tempat aman
- Menghubungi perawat jiwa
- Menghubungi petugas keamanan terdekat
- Membawa PDM ke Unit Gawat Darurat yang dapat menangani masalah kejiwaan.
Dengan keluarga mengetahui hal-hal di atas diharapkan menjadi langkah awal kebaikan bagi perkembangan kesehatan dan fungsi sosial PDM.